Jika kita mau jujur, maka tidak akan mengelak,
kalau hari ini, bangsa kita masih disebut bergelimang persoalan. Namun, seberat
apa pun persoalan yang dihadapi bangsa ini, saya masih yakin, bahwa kita belum
putus asa, dan akan senantiasa bersemangat untuk bangkit. Buktinya, masih
banyak dari berbagai elemen bangsa ini, yang terus berjuang untuk menggapai
kemajuan. Tidak sedikit dari saudara kita mampu berbicara di level dunia
internasional. Sehingga, berbagai macam solusi sering lahir dari buah pemikiran
mereka.
Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman,
aneka pembaharuan pun dilakukan. Yang mana, jika ditelaah, ternyata tujuannya
sama: untuk perbaikan. Kendati demikian, hemat saya, untuk mengejar kemajuan
dan perbaikan, tidak lantas harus melupakan kearifan lokal kita sendiri.
Karena, masih banyak nilai-nilai yang bisa dikuak dari aneka ragam kearifan
bangsa ini.
Adalah Kampung
Naga, salah satu sistem kebudayaan bangsa kita yang masih banyak menyimpan
kearifan luar biasa. Dengan segala keterbatasan dan kelebihannya, masyarakat
Kampung Naga telah berhasil mempertahankan segala eksistensi mereka. Terpaan
kekuatan global dan gejolak internal mampu mereka hadapi. Sehingga, sampai hari
ini masih mampu menampilkan jati diri mereka sebagai manusia yang berbudaya,
damai dan sejahtera. Sebagai bagian dari etnis Sunda yang berada di
bawah naungan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), mereka telah
membuktikan pada dunia, bahwa mereka mampu bertahan dalam segala kondisi.
Simbol-simbol budaya Sunda berhasil dipertahankan dengan baik, sekalipun
serangan budaya asing kian gencar. Dari mulai sikap hidup, cara berfikir,
kesenian, arsitektur, dan simbol budaya lainnya hidup damai di sana. Begitupun
dengan spiritualitas. Mereka berhasil menampilkan pola keberagamaan yang khas.
Meski tidak sepenuhnya sempurna, tapi nilai-nilai yang mereka pegang layak
dipertimbangkan.
Kondisi ini,
mengantarkan Kampung Naga sebagai salah satu destinasi wisata budaya di
Tasikmalaya. Hampir tiap hari, para pelancong berdatangan ke sana. Mereka
berdecak kagum menyaksikan sebuah sistem kehidupan yang luar biasa. Tidak hanya
wisatawan lokal saja, tetapi wisatawan asing pun kerap menghabiskan waktu
liburan di sana.
Salah satu hal yang menarik dari sistem kehidupan mereka adalah falsafah dasar hidup yang diyakini. Dan, hal ini menjadi salah satu panduan dalam kehidupan bermasyarakat di sana. Yakni, panyaur engal temonan (undangan cepat penuhi), pamunut enggal caosan (permintaan cepat penuhi), parentah enggal lakonan pami teu aya pauduran sara numutken papagon agama sareng darigama (perintah harus segera dipatuhi selama tidak ada udzur yang dibolehkan menurut aturan dan budaya warisan leluhur), dan pamarentah lain lawanen tapi kawulaaneun (pemerintah bukan untuk dilawan, melainkan dipatuhi).
Salah satu hal yang menarik dari sistem kehidupan mereka adalah falsafah dasar hidup yang diyakini. Dan, hal ini menjadi salah satu panduan dalam kehidupan bermasyarakat di sana. Yakni, panyaur engal temonan (undangan cepat penuhi), pamunut enggal caosan (permintaan cepat penuhi), parentah enggal lakonan pami teu aya pauduran sara numutken papagon agama sareng darigama (perintah harus segera dipatuhi selama tidak ada udzur yang dibolehkan menurut aturan dan budaya warisan leluhur), dan pamarentah lain lawanen tapi kawulaaneun (pemerintah bukan untuk dilawan, melainkan dipatuhi).
Jika kita berkunjung ke sana, luasnya area
parkir yang dikelilingi beberapa kios aneka oleh-oleh khas Kampung Naga,
menjadi sambutan pertama. Lalu, gagahnya monumen Kujang mengenalkan sisi lain
dari suku Sunda. Suasana ini, sudah mulai memanjakan wisatawan yang hobi
mengabadikan dan berbagi momen unik serta klasik.
Sebelum masuk ke dalam suasana khas Kampung
Naga, kita akan dibawa dulu menuju pemandangan unik lainnya. Ratusan anak
tangga, dengan kemiringan sekitar 45 derajat, berderet sejauh 500 meter. Bagi
mereka yang jarang memiliki kesempatan untuk olah raga, hal ini cukup membantu.
Kita akan menuruninya, ditemani dengan nyanyian burung, dibumbui rerimbunan
tanaman ladang warga, serta hijaunya hamparan sawah. Ada yang menyebut ratusan
tangga ini sebagai sengked keramat. Konon, jika ada beberapa orang
menghitung jumlahnya secara bersamaan, maka hasil hitungannya akan berbeda.
Penasaran? Buktikan sendiri...
Sengked (tangga) keramat yang telah kita lewati,
menjadi batas antara kehidupan warga biasa dengan warga Kampung Naga Dalam.
Karena, setelah habis tangga itu, kita akan mulai merasakan damainya kehidupan
di sana.
Hamparan sawah warga, gemuruh sungai Ci Wulan,
dan rerimbunan Leuweung (Hutan) Biuk menjadi persembahan pertama dari
istimewanya alam Kampung Naga. Kita tidak akan menyadari, bahwa sesungguhnya
masih sangat dekat dengan kehidupan modern. Kita hanya berjarak sekitar 1
kilometer dari kampung luar dan hingar bingar jalan raya, namun segala suasana
khas Kampung Naga mampu membawa kita jauh ribuan tahun ke belakang.
Kita tidak akan melihat rambatan kabel listrik
atau telepon. Begitupun dengan deruan suara kendaraan, hampa dari pendengaran.
Kita hanya akan bersua dengan deretan rumah bambu, gemiricik air, beberapa
kolam, dan cicitan suara burung.
Selain gaya hidup yang masih sangat
tradisional, kita juga bisa menyaksikan berbagai upacara adat yang unik dan
mengesankan. Hal ini bisa ditemukan pada bulan Muharam, Mulud, Jumadilakir
(tengah tahun), Rewah, Romadon, Sawal, dan Rayagung (sebutan bulan warga
Kampung Naga). Namun jangan heran, jika kesulitan berkomunikasi dengan warga
pada hari tertentu. Karena, setiap hari Selasa, Rabu, dan Sabtu dilarang
membicarakan historis (sejarah) di sana. Selain hari tabu, warga Kampung Naga juga
mengenal bulan yang ditabukan untuk memulai suatu pekerjaan. Yakni, Safar dan
Romadon.
Mengenai kesenian, urang lemur (sebutan
bagi warga Kampung Naga Dalam) mengenal terbang sejak, agklung, serta terbang
gemrung yang khusus ditampilkan ketika ‘idaen (‘idul adha dan ‘idul
fitri) dan hari kemerdekaan RI (Republik Indonesia).
Berkunjung ke Kampung Naga, tidak akan merogoh kocek
terlalu dalam. Kampung ini berada di kawasan Tasikmalaya. Tepatnya Desa
Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Hanya sekitar
30 kilometer dari Hotel Santika Tasikmalaya.
Oh ya, bagi wisatawan yang berasal dari luar
Tasikmalaya, tidak usah takut mencari tempat menginap. Karena, tidak jauh dari
sana, sudah banyak hotel dan penginapan yang menawarkan layanan terbaik untuk
Anda, salah satunya Hotel Santika Tasikmalaya.
Dari Hotel Santika Tasikmalaya,
kita hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Baik menggunakan
kendaraan pribadi, maupun transportasi umum, tidak akan mengalami banyak
kendala. Bagi Anda yang menggunakan transportasi umum, bisa naik angkot Salawu-Singaparna,
elf Tasik-Garut, atau semua alat transportasi yang melewati daerah Salawu.
Saya berani menjamin, jika berkunjung ke sana akan menuai
beragam kemanfa’atan. Selain mengenal dan menghargai kebudayaan nenek moyang,
kita bisa banyak belajar dari sistem kehidupan di sana. Meskipun sedang
berfikir untuk meraih kemajuan, kita mesti mampu mempertahankan kekayaan lama
yang masih baik. Semoga.
sumber : www.kalangsunda.net/kampungnaga.htm
ajakan anu laina ma
BalasHapushahah
BalasHapus